ULANG TAHUN - IMAM MURID
image by : tiyo_subastian |
ULANG TAHUN
Pada tanggal satu Desember. Murid saya bertanya pada saya saat jam istirahat dan kebetulan saya masih belum beranjak dari meja karena harus memeriksa beberapa lembar kerja anak-anak dan saat itu memang saya juga sedang kesemutan sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk duduk.
Beberapa murid perempuan datang menghampiri dan mengajukan beberapa pertanyaan.
“Bapak, apa yang paling di inginkan oleh bapak ?” Tanya salah satu murid saya bernama Ratu.
“LIBUR PANJAAAAAAANGGGGG ! ” jawab saya tulus didalam hati
“Maksudnya, barang apa yang bapak inginkan?” kata Anka merevisi
“Harus ya bapak jawab?”
“Iya!” Anka mengiyahkan.
Saya tahu maksud mereka, mereka begitu polos dan menggemaskan saat penasaran. Besok pada tanggal dua Desember saya akan berulang tahun yang ke-22 tahun dan sudah dipastikan bahwa mereka ingin mencari tahu tentang benda apa yang saya inginkan. Ya Tuhan saat itu saya tersentuh dan menjadi tidak tahu harus menjawab apa. Karena waktu itu saya jomblo bisa saja saya mengatakan pada mereka
“Bapak ingin pendamping hidup, bila ada saudara kalian, atau kakak perempuan yang berumur 21 tahun, kenalkan dengan bapak”
Atau saya menyanyi di depan mereka lagu Rita Sugiarto
“Kalau ada, cari satu untukku. Kalau bisa kabarkan kepadaku. Untukku Pacarku dunia akhirat, tidak perlu kaya asal dia wanita, harus masih muda agar tua sama-sama” (lirik terakhir diganti sesuai isi hati, mhon maaf apabila melanggar hak cipta)
Tentu saja saya tidak melakukan keduanya karena jika saya lakukan pasti saya akan malu, dan jika saya tidak malu berarti saya tidak beriman karena malu adalah sebagian dari iman, paham?
“Ayo pak ! Apa yang bapak inginkan” kata anak-anak bertanya lagi.
“Sabun” jawab saya setelah mengingat masa kecil ketika sering merayakan ulang tahun, banyak diantaranya memberikan sabun, pasta gigi, atau buku SIDU yang di bungkus oleh bungus kado yang maha kreatif meski isinya sudah bisa ditebak.
“Kenapa bapak ingin sabun ?” Tanya Salamah.
“Memangnya kalian mau apa, bertanya apa yang bapak inginkan? Mau ngasih hadiah ya ?” akhirnya saya mengatakannya juga, karena saya begitu penasaran terhadap reaksi yang akan mereka tunjukan.
Beberapa dari mereka saling memandang, sampai pada akhirnya Ratu memutuskan untuk berbicara terus terang dan tentu saja sudah sesuai dengan apa yang sudah saya perkirakan.
“Karena besok bapak ulang tahun, kita bermaksud untuk memberikan hadiah”
“Hadiahnya cukup kalian belajar yang rajin dan jangan berisik kalau bapak sedang mengajar”
“Hehe, tapi kita mau memberikan sesuatu pak !” kata Anka
“Hmm… Apa atuh ya !, Bapak mau bayi kuda nil aja deh!”
“Bapak atuh ih!”
“Kura-kura terbang” kata saya
"Doraemon" kata saya lagi
“Hahaha Bapak !!” kata anak-anak yang menantikan jawaban serius saya.
“Apa ya ?” kata saya berfikir dan membuat mereka menanti-nanti sampai pada akhirnya Bilkis yang menjadi bendahara kelas kala itu, menyimpan uang yang dari tadi terus dikepal diantara kedua tangannya diatas meja saya.
“Yaudah, ini uangnya kita berikan kepada bapak” kata Bilkis yang tentu membuat teman-temannya terdiam sejenak dan setelah itu mengiklaskan dan menganggap bahwa itu semua jalan terbaik yang bisa mereka pilih.
Coba tebak apa yang saya rasakan waktu itu ?
Complicated ….
“Nggak usah, ini diambil saja lagi, kalian nanti nggak jajan!” kata saya
“Nggak apa-apa pak, tadi patungan ada yang 2000 ada yang ngasih 1000, 500 ada juga yang nggak ngasih” jawab Bilkis
Dengan segala kerendahan hati, dan ilmu agama yang telah diajarkan bahwa kita tidak boleh menolak rejeki akhirnya saya hanya bisa mengucapkan terimakasih dan mengutarakan perasaan bahwa saya sangat senang atas pengorbanan murid-murid yang saya sendiri merasa belum memberikan banyak hal yang mereka butuhkan selain mendoakan kesuksesan mereka dimasa depan.
“Terimakasih, bapak senang. Bapak doakan semoga nanti apa yang kalian cita-citakan akan tercapai ! yang mau jadi dokter, guru, pemain kuda lumping atau pemain debus semoga tercapai”
“Haha … nggak ada yang mau jadi pemain kuda lumping dan pemain debus pak”
“Belum tentu! Siapa tahu nanti ada”
Saya segera memasukan uang receh itu kedalam saku celana karena takut disangka pungutan liar (pungli). Apakah kalian ingin tahu? Jumlah yang saya terima dari anak-anak adalah 38.000 rupiah (terdiri dari 12 lembar uang dua ribu), (10 uang seribu) dan (8 buah uang 500 an), setelah mengetahui hal itu, sungguh benar-benar membuat saya terharu. mengapa saya terharu ? oleh karena saya mengingat apa yang mereka berikan pada saya sama seperti keadaan uang di dompet. Sama-sama recehan.
Uang yang saya terima dari murid saya akhirnya saya bawa pulang. Saya bermaksud menemui bibi saya yang sering membuat kue.
"Bi buat kue yang bisa di potong untuk 30 orang ya. Jangan lebih dari 50 ribu budgetnya ya, buat 2 dan nggak pake pedes"
"Emangnya nasi goreng"
"Haha"
“Pokoknya harus diskon, kalau kurang uangnya nanti bilang ya, bilang sama Mama jangan sama saya. Bilang aja butuh donasi untuk pesta ulang tahun”
“IYAAA!!”
Keesokan harinya :
Kelas terlihat normal (dibaca:berisik) saat saya berjalan melewati koridor dan mereka dapat melihat saya dari kaca jendela menuju pintu kelas mereka menjadi lebih tenang dan sepertinya mereka akan memberikan suatu persembahan. Dengan segala keisengan kala itu, saya teruskan saja berjalan dan tidak jadi masuk kelas, dan saya fikir itu membuat mereka bertanya-tanya bahkan kecewa. Kemana saya pergi waktu itu ? ke warung Mak imoet untuk
“Mak Imoet, saya pesan kopi tapi ingin diantar kekelas”
Mak imoet langsung mengiyakan karena dia melihat kedua tengah saya tengah membawa dua kue yang saya bawa untuk di makan bersama-sama dikelas.
“Kue siapa itu ?” Tanya Mak Imoet
“Saya mak, dari orang tua murid yang buka usaha toko kue”
“Oh begitu” kata si Mak yang kemudian membuatkan kopi dan mempercayai apa yang telah saya katakan. Maaf Mak, karena berbohong demi kebaikan adalah hal yang harus dimaklum bagi saya.
Mak Imoet melakukan persis apa yang saya perintahkan, dia membuka pintu dan saat dibuka pintu itu, anak-anak menyanyikan lagu selamat ulang tahun.
Mak Imoet kaget, Murid-murid kaget, saya tidak.
“Saha ieuteh nu ulang tahun ?” (siapa yang berulang tahun?)
“Pak Tiyo! Jawab anak-anak dan kemudian saya masuk, Mak Imoet kemudian mengacak-ngacak rambut saya dan mengucapkan selamat ulang tahun.
Anak-anak melanjutkan nyanyiannya.
“Selamat ulang tahun kami ucapkan, selamat sejahtera kita kan doakan, selamat sejahtera sehat sentosa, selamat panjang umur, dan bahagia”
Mak Imoet pergi, untuk kali pertama selama 21 tahun berlalu kini akhirnya saya melakukan perayaan yang berbeda dari yang pernah saya lakukan sebelumnya. Bagaimana mungkin saya harus bersedih dan kecewa didepan anak-anak oleh karena tidak mendapatkan ucapan selamat dari seorang yang saya harapkan. 30 orang yang berada dengan saya saat itu lebih mencintai saya dari pada satu orang yang mencintai saya dulu.
“Bapak bawa kue!”
“Yeeee!”
“Yang mau makan, Ayo boleh beli!”
“Yaaaah !” mereka kecewa
“Bapak becanda, semuanya pasti kebagian ! GRATIS!!!”
“Yeeee!!!”
Ayo semunya berkumpul, meja diabuat rapat kebelakang. Lilin dinyalakan di kue.
“Doakan Bapak semoga panjang umur"
"Amin"
"Banyak rezekinya"
"Amiiinn" teriak mereka semakin kencang
"Bapak jadi orang yang soleh, bisa naik haji atau umroh"
"Amin, amin, amin"
"Cepet nikah, pokoknya semua keinginan Bapak terkabul”
"Amin"
Mungkin salah satu dari mereka akan berbicara dalam hatinya “huh si Bapak ngasih satu kue dikit minta doanya banyak”.
Di hari itu juga, saya menjadi memiliki ide untuk membuat sebuah kumpulan cerita yang menceritakan debut saya saat usia 22 tahun menjadi seorang observer dunia anak-anak yang memiliki misi lain untuk mencerdaskannya sesuai dengan undang-undang.
Terimakasih anak-anak, terimakasih guru-guru, terimakasih kepala sekolah, terimakasih penjaga sekolah, terimakasih mentri pendidikan dan terimakasih tukang batagor.
02 Desember 2015